TAK TERTANGGUNG OLEH YANG MISKIN

TAK TERTANGGUNG OLEH YANG MISKIN
Pengalaman September 2009
Seorang bapak yang dalam strata sosial masuk golongan miskin. Ia sakit kulit karena ia bekarja perbaikan instalasi listrik, kadang memasang instalasi pipa air, atau menggali sumur. Sakit kulit diawali pada waktu ia bekerja pada sebuah rumah orang kaya yang punya banyak anjing dan ia bekerja untuk memperbaiki sesuatu di rumah itu dan termasuk di ruangan yang banyak bulu dan kutu anjing itu. Ia hanya menerima upah sedikit tentunya untuk pekerjaannya itu, kerja sehari mendapat upah antara Rp 25.000. Tetapi yang masalah, setelah itu ia kena sakit kulit di bagian tangannya, gatal-gatal dan kulitnya brontok. Ia berusaha ke puskesmas, tetapi tidak kunjung sembuh (di puskesmas tentu bayar kurang lebih Rp 5.000). Akhirnya ia dirujuk oleh puskesmas untuk berobat ke RS umum pusat di mana di situ ada dokter ahli penyakit kulit. Karena ia punya kartu Askeskin, askes untuk orang miskin, maka ia atas tanggungan askes itu tidak bayar biaya dokternya, tetapi ia harus beli obat-obatnya, salebnya saja yang 15 gram sudah Rp 30.000, belum obat yang berupa kapsul. Wah, kerja sehari di rumah penuh bulu dan kutu anjing, ternyata harus pengeluaran lebih besar (dua kali lipat) untuk berobat. Dan kerjaan di perusahaan tentu ada jaminan kesehatan, kalau ini tanggung sendiri, meski ada Askeskin, tetap aja bayar obatnya.

Setelah sembuh, beberapa bulan kemudian, entah karena apa, penyakitnya kambuh. Saya bercerita tentang keadaan itu dengan seorang teman, dan teman saya itu menjawab dengan tegas dan lugas, ya kalau mau sembuh ke dokter saja. Kontan saya jawab: Lha, dari mana biayanya? Dari peristiwa pendek ini, saya menjadi tahu / ada insight, bahwa orang itu tidak mengerti keadaan orang miskin, karena kebiasaannya teman itu kalau sakit langsung ke dokter atau ke RS bila perlu opname tanpa ia harus repot memikirkan biayanya. Ia sudah terjamin.

Dari peristiwa itu, saya berefleksi dalam tema sakti : BERBAGI 5 ROTI DAN 2 IKAN, yang menjadi tema kongres Ekaristi. Ekaristi wajarnya membina iman katolik umat untuk dapat solider seperti Yesus yang solider dengan ribuan orang yang lapar karena mau mendengarkan pengajaran Yesus di padang dan tidak bisa beli makanan. Seorang anak kecil yang bawa sangu 5 roti dan 2 ikat diserahkan kpd Yesus, ini wujud berbagi anak itu, dan kenapa figurnya anak, ya. Dari refleksi itu, memang tema sakti itu sungguh banyak mengalami banyak kendala dalam proses gerakannya. Orang tidak mengerti, kadang juga tidak mau mengerti, bahwa keadaan orang miskin. Orang miskin untuk beli makanannya sudah terbatas, apalagi berobat. Satu kali berobat, kalau menurut hitungan ekonomis, ia sudah tekor alias defisit anggaran.
-------------------------------------------------------------------------

Saya sambung dengan peristiwa berikut, beberapa hari sebelum Lebaran 2009 ini, seorang bapak yang lain, juga orang miskin yang sehari-hari kerjaannya membeli kain perca dari penjahitan dengan modal yang hanya beberapa puluh ribu rupiah, lalu ia memilah-milah, dan yang agak lebar dipisahkan dengan yang kecil-kecil. Lalu ia menjualnya ke bengkel, ke tempat furniture, dsb. Dan ia untung sekilonya sekitar Rp 1.000 - Rp 2.000 (ini tergantung sukses negosiasinya). Dari hari ke hari, ia bersepeda ke sana kemari untuk urusan bisnisnya itu (diberi istilah bisnis biar agak keren). Dan semua usaha mencari nafkah itu untuk menghidupi keluarganya yang terdiri dari bapak itu, isterinya, 2 orang anaknya (anak 4 orang, tapi 2 yang lain sudah diasuh orang lain). Dengan keuntungan sehari antara Rp 15.000 - Rp 20.000, he struggle for life. Nah, mendekati hari Lebaran 2009, saya bertanya kepadanya: Pak, bagaimana nanti kalau liburan Lebaran? Kalau liburan lebaran berarti semua penjahitan libur, semua bengkel libur, juga usaha furniture libur. Jadi bisnis macet total, itu berarti tidak ada uang Rp 15.000 sehari yang untuk makan bapak itu sekeluarga. Hal. seperti ini hampir tidak terpikir oleh mayoritas orang. Kalau di liburan Lebaran banyak orang bersukacita dan bahkan membelanjakan uang lebih banyak, keluarga miskin ..... dan itu tidak hanya satu.

Semoga membuka hati untuk dapat lebih mendalami GERAKAN BERBAGI 5 ROTI DAN 2 IKAN.